Onthel’ers
IAIN
Berbicara mengenai hal yang unik-unik di IAIN, mata kita pasti
tertuju pada sepeda-sepeda zaman dulu yang sering terparkir di depan fakultas
tarbiyah. Jenis sepeda onthel 22 yang selalu mewarnai area kampus ini memang selalu menjadi sudut perhatian segenap warga IAIN.
Ketertarikan tiga mahasiswa fakultas tarbiyah terhadap sepeda unik
nan ramah lingkungan ini membuat mereka berinisiatif untuk menggunakannya sebagai alat transportasi sehari-hari.
Yasrul Huda mengatakan bahwa onthel yang kira-kira telah
berumur 40-an tahun yang ia miliki merupakan warisan orangtuanya. Awalnya,
sepedanya sudah tidak digunakan karena kerusakan yang cukup parah. Namun,
dengan niat untuk mengulang sejarah lama sepeda ini, ia pun memperbaikinya
dengan harga yang relatif mahal. Lain halnya dengan dua teman sekomunitasnya
yang membeli sepeda ini karena ketertarikannya dengan model sepeda yang unik
dan langka.
Ketiga mahasiswa yang berjurusan BKI semester 6 ini juga sering mendapatkan
komentar-komentar sinis dari berbagai kalangan. Ada diantara masyarakat yang
mengatakan, “hari gini masih naik sepeda jadul?”. Namun banyak juga yang
menanggapinya secara positif bahkan sempat terikut-ikut ingin punya sepeda
serupa.
Ketiga mahasiswa ini juga bergabung dalam suatu komunitas yang bernama
DESA (Deli Sepeda Antik) yang bersekretariat di Tembung Bandar Khalifah.
Komunitas yang beranggotakan sekitar 50 orang ini selalu berkumpul pada minggu
pagi di Simpang Jodoh dan setiap malam sabtu, anak-anak muda komunitas ini selalu
berkeliling kota medan. Komunitas ini selalu mengutamakan solidaritas yang
tinggi. Hal ini terlihat dari kegiatan mereka yang tidak pernah mengutip iuran
wajib sehingga jika ada sesuatu acara, mereka akan mengumpulkan dana secara
patungan. Bagi kalangan yang ingin menjadi anggota komunitas, yang pasti
intinya harus memiliki sepeda onthel. Selain itu, juga melampirkan fotocopy KTP
dan biodata lengkap.
Berbagai pengalaman menarik telah mereka alami, baik suka maupun
duka. Yasrul huda mengatakan,“Naik sepeda itu asyiknya bisa ngumpul rame-rame,
bisa godain cewek, bebas polusi dan anti polisi. Tapi, naik sepeda
kekurangannya ya kehujanan, panas-panasan, kalo banjir sepatu basah”. Sama
halnya dengan irhas, “bisa ngumpul rame-rame, olahraga, makin sehat, dan ikut
mengkampanyekan go green. Tapi kepanasan dan basah karena kena hujan”,
tukasnya. Habib juga punya pengalaman yang tak kalah menarik. Ketika ia
membonceng seorang cewek, ada bapak-bapak yang berkata,”abang lagi syuting
film, ya?”.
Koleksi atribut onthel mereka juga cukup menjadi perhatian. Topi
putih semacam topi kompeni zaman belanda ini cukup mahal bahkan melebihi harga
helm sepeda motor. Tas yang selalu tergantung di bagian belakang sepeda juga
tak kalah unik yang mereka tempah dengan harga 80 ribu di jalan Mesjid. Pada
hari-hari khusus, para komunitas sepeda ini juga memakai pakaian lengkap dengan
blangkon layaknya sipitung. Bendera komunitas onthel pun tak lupa mereka
pajangkan di sepeda.
Yasrul huda mengatakan, perawatan sepeda ini cukup mudah. Perawatan
rutin hanya sekedar bersih-bersih, rantai dikasih minyak dan sebagainya
layaknya perawatan sepeda biasa. Tapi, jika kerusakan sepeda sudah agak parah,
mereka akan membawa ke bengkel khusus onthel yang beralamat dijalan padang dan
jalan tembung. Untuk masalah pemarkiran, penawaran harga parkir sepeda ini bisa
dilakukan dengan harga miring dan pengamanan juga harus diperhatikan seperti
mengunci roda bahkan merantai sepedanya.
Bagi yang berminat untuk mempunyai sepeda unik ini, komunitas
mereka juga menyediakan jasa penjualan dari kolekdol (kolektor dol-dolan).
Apabila koleksi yang ditawarkan dan harganya cocok, maka transaksi bisa
disepakati. Yasrul huda juga mengatakan bahwa yang menggunakan sepeda onthel
pada zaman dahulu hanyalah orang-orang yang bermodal tinggi, sedangkan jika
zaman sekarang, hanya orang-orang yang bermental tinggi saja yang mampu
menggunakan sepeda ini.
0 komentar: